Selasa, 08 Februari 2011

BerbagiI Sejarah Berdirinya Dinasti Pahlevi dan Perkembangannya


PENDAHULUAN
Revolusi yang terjadi di Negara Eropa membuat peradaban di dunia mulai berubah. Dampak yang di timbulkan  berimbas di berbagai pelosok belahan dunia. Munculnya kemajuan di Eropa itu akhirnya berimbas terhadap Islam yang pada masa itu mulai menunjukkan kemunduran. Kolonialisme dan Imperialisme bangsa Eropa akhirnya menyentuh dunia Islam. Banyak unsur-unsur dari Barat akhirnya mampu masuk ke dalam dunia Islam, mulai dari pemikiran, politik, ekonomi, militer, sosial budaya, dan lainnya. Masuknya arus tersebut akhirnya mampu memberi masukkan. Adanya revolusi di beberapa negara Eropa seperti menjadi sebuah rangsangan untuk melakukan pembenahan dalam dunia Islam. Selain melakukan pembenahan munculnya pemikiran serta beberapa ide yang dihembuskan Barat itu juga mempengaruhi umat Islam untuk  bisa hidup dalam negara yang berdaulat sendiri lepas dari kekuasaan para kolonial. Reaksi yang timbul itu semua karena tekanan yang telah lama dirasakan. pengaruh moderenisasi tersebut banyak memberikan tekanan terhadap perubahan sistem politik negara-negara muslim terutama di Iran.
Negara Iran modern sendiri terbentuk melalui periode anarkis pada tahun 1911 sampai tahun 1925. Pada masa ini itervensi asing begitu kuatnya. Efek dari adanya Perang Dunia I membuat wilayah Iran harus jatuh dalam kekuasaan Inggris. Akibat perjanjian Anglo-Persian Iran menjadi pemerintahan protektorat  Inggris. Lama Iran dalam pimpinan yang tidak memberi kesan, akhirnya keadaan mulai berubah ketika Reza Khan muncul dan mampu memberi perubahan. Pada Tahun 1925 Ia menjadikan dirinya sebagai Shah Iran dan mendirikan kerajaan konstitusional sekaligus pendiri dinasti Pahlevi.




PEMBAHASAN
1.      Sejarah Berdirinya Dinasti Pahlevi dan Perkembangannya

Reza Khan merupakan seorang pejabat dalam Brigade Cossack di Iran, yang berkuasa sebagai panglima militer dan juga sebagai menteri pertahanan. Reza Khan diangkat menjadi panglima militer karena jasanya menundukkan pemberontakan rakyat di Karmasyah di tahun 1916. Maka oleh karena jasa-jasa dan setianya itu pada tanggal 20 Mei 1920 pemerintah Dinasti Qajar memanggilnya datang ke Pusat Kerajaan (kota Teheran), untuk dilantik menjadi Kepala Perang. Namun Reza memiliki keinginan untuk mengkudeta pemerintahn dinansti Qajar. Pada tahun 1921, Ia mampu mengkonsolidasi pengaruhnya di kalangan pasukan militer dan kepolisian untuk melemahkan unsur kekuatan kesukuan dan unsur kekuatan propinsial, menjadikan seluruh wilayah negeri dalam genggaman kekuasaan militer dan berhasil melawan pemerintah dinasti Qajar.[1]
Dalam kurun waktu empat tahun Reza Khan telah memantapkan dirinya sebagai orang yang paling kuat di negara dengan menekan pemberontakan dan ketertiban membangun. Pada tahun 1925, sebuah majelis khusus diadakan yaitu Majelis Nasional Iran yang ingin menggulingkan Ahmad Shah Qajar, penguasa terakhir dari dinasti Qajar. Pada tahun ini pula, Reza Khan mampu mendirikan kerajaan konstitusional. Reza Khan kemudian dikenal  dengan nama Riza Syah Pahlevi. Reza sendiri lahir pada 10 Rabiul awwal 1295 H, 5 Maret 1877 M. Ayahnya adalah Abbas Ali Khan yang juga merupakan pahlawan perang Iran. Abbas Ali Khan terbunuh pada saat terjadi pertempuran di Hurat.
Pada 31 oktober 1925 Parlemen Iran mengeluarkan undang-undang mencabut hak-hak keluarga Qajar seluruhnya dari kerajaan Iran. Diangkatlah Riza Khan menjadi kepala pemerintahan sementara. Lalu tersiar kabar angin bahwa Riza Syah bermaksud hendak menjadikan Negara Iran menjadi sebuah Negara Republik. Mendengar kabar angin itu ributlah ulama-ulama syiah yang dianut bangsa Iran dan para ulama-ulama syiah tersebut mengeluarkan fatwa bahwa susunan Negara Republik tidak sesuai dengan negeri Iran dan melanggar Syariat Islam dalam mazhab Syiah. Para ulama dan Parlemen datang mendesak kepada Riza Khan agar mau diangkat menjadi Syah Iran, dengan janji bahwa Agama Islam dalam pengakuan mazhab Syiah Isna Asyariyah menjadi agama resmi dari kerajaan Iran. Karena desakan yang keras  dari rakyat dan ulama “terpaksalah” ia menerima dan dilantiknya ia sebagai Syah Iran  dengan gelar Riza Syah Pahlevi, itu nama keturunan  yang diambil oleh Riza.[2]
Kemudian Riza Syah Pahlevi mendirikan kerajaan konstitusional sekaligus pendiri Dinasti Pahlevi, yang berlangsung hingga 1979. Terimbas oleh langkah rekan sezamannya di Turki, Mustafa Kemal (Ataturk) yang memusatkan perhatiannya pada moderenisasi dan pembentukan pemerintahan terpusat yang kuat mengandalkan angkatan bersenjata dan birokrasi modern. Berbeda dengan Ataturk, Syah tidak menghapuskan lembaga-lembaga keagamaan, tetapi hanya membatasi dan mengontrol mereka.
Sejak itu Iran mengalami proses pembentukan negara bangsa yang serupa dengan proses yang berlangsung di Turki dan sejumlah negara lain. Negara menjadi motor perkembangan ekonomi serta perkembangan kebudayaan menurut model Barat. Namun berbeda dengan Turki golongan menengah menjadi kelas penopang utama bagi rezim Pahlevi. Selain itu Syah juga mengembangkan angkatan bersenjata baru yang lebih kuat dengan melakuka pelatihan pejabat-pejabat tentara di Prancis dan memberlakukan wajib militer. Banyak ulama yang mendukung pengambilalihan kekuasaan oleh Reza Syah guna memulihkan monarki yang kuat untuk meredam pengaruh asing.



2.      Hubungan Ulama dan Peran Riza Khan Dalam Pemerintahannya

Pasca resmi menjadi Syah Iran, Reza mulai melakukan pemerintahan. Reza Syah punya rencana ambisius untuk modernisasi Iran. Rencana yang akan dilakukan ialah mengembangkan industri besar-besaran, melaksanakan proyek-proyek infrastruktur besar, membangun sistem rel kereta api lintas-negara, membangun sistem pendidikan nasional publik, reformasi peradilan, dan meningkatkan pelayanan kesehatan. Dia percaya pemerintah yang kuat, dikelola oleh tenaga terdidik dan bisa melaksanakan rencananya. Langkah pertama yang dilakukan Syah Reza adalah membangun kekuatan militer modern. Syah Reza mengadakan pelatihan pejabat-pejabat tentara di Perancis dan memberlakukan wajib militer. Ia melakukan westernisasi pasukan militer. Dengan dukungan pasukan militer yang kuat rezim ini mampu mengatasi oposisi elit agama, pedagang, dan elit kesukuan, merendahkan posisi parlementer yang hanya sebagai formalitas belaka dan mengsensor pers, untuk melancarkan tujuan politik Pahlevi mengharap dukungan kalangan tuan tanah.
Perundang-undangan tahun 1928 dan tahun 1929 mengakui penguasaan tanah secara de facto sebagai bukti kepemilikan dan mempersyaratkan regestrasi yang ditujukan kepada tuan tanah yang kaya raya namun tidak terhadap petani  penggarap yang miskin. Pemerintahan ini juga menekan unsur kekuatan kesukuan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah dimana Negara Iran berkuasa penuh atas wilayah negerinya secara utuh dengan melumpuhkan unsur komunitas kesukuan dan kekuatan Khan. Suku-suku dipaksa  menetap (tidak berpindah-pindah) dan kekuasaan politik Khan diambil alih oleh Negara.[3]
Meskipun Syah Reza meraih kekuasaan dengan dukungan ulama yang menginginkan restorasi kerajaan Iran, dan mengharap lahirnya pemerintahan yang kuat untuk menekan pengaruh asing, namun ketika setelah Pahlevi kukuh justru menghapus pengaruh ulama. Kemudian menyebabkan hubungannya dengan ulama memburuk terutama ketika Syah berusaha membatasi kekuasaan kaum ulama. Melalui membentuk system pendidikan sekuler, pengawasan pemerintah terhadap sekolah sekolah agama, pengurangan dana subsidi, dan melalui beberapa langkah lain pemerintahan Pahlevi menggiring ulama dibawah control Negara. Pukulan kedua ulama yaitu kebijakan reorganisasi administrasi yudisial walaupun administrasi yudisial tetap bertahan ditangan ulama namun pada tahun 1928 Syah Reza memberlakukan kitap hukum yang menggeser kedudukan hukum syariah. Pada tahun 1932 parlemen mengundangkan sebuah undang-undang yang mencabut fungsi-fugsi penting pengadilan agama. Undang-undang yang tahun 1936 mempersyarakan seluruh hakim telah menempuh degree (gelar sarjana) dari fakultas hukum Teheran atau dari universitas luar negeri, yang tidak mungkin pihak ulama menduduki jabatan hakim didalam pengadilan.[4]
     Pada pertengahan tahun 1930-an Reza Syah menyebabkan ketidakpuasan di antara beberapa kelompok, terutama para ulama, yang menentang reformasi. Pada tahun 1935 Reza Pahlavi mengeluarkan dekrit meminta delegasi asing untuk menggunakan istilah Iran dalam korespondensi formal, sesuai dengan fakta bahwa "Persia" adalah istilah yang digunakan oleh masyarakat Barat untuk negara yang disebut "Iran" dalam bahasa Persia. Setelah beberapa ulama protes, penggantinya, Mohammad Reza Pahlavi, mengumumkan pada tahun 1959 bahwa baik Persia dan Iran yang dapat diterima dan dapat digunakan secara bergantian.
            Setelah invasi Jerman terhadap Uni Soviet pada Juni 1941, Inggris dan Uni Soviet menjadi sekutu. Inggris dan Uni Soviet menggunakan Kereta Api Trans-Iran sebagai rute yang menarik untuk mengangkut pasokan dari Teluk Persia ke Uni Soviet. Pada bulan Agustus 1941, karena Syah Reza menolak untuk mengusir warga negara Jerman, Inggris dan Uni Soviet menyerbu Iran, ditangkap Syah dan mengirimnya ke pengasingan, serta mengambil kendali komunikasi Iran dan kereta api. Pada tahun 1942 Amerika Serikat, sekutu Inggris dan Uni Soviet selama perang, mengirimkan kekuatan militer ke Iran untuk membantu menjaga dan mengoperasikan bagian rel kereta api. Selama beberapa bulan berikutnya, tiga negara menguasai sumber minyak Iran dan dijamin sebuah koridor pasokan bagi diri mereka sendiri.
Pada Januari 1942 mereka menandatangani perjanjian dengan Iran untuk menghormati kemerdekaan Iran dan untuk menarik pasukan mereka dalam waktu enam bulan dari akhir perang. Pada tahun 1943 pada Konferensi Teheran, Amerika Serikat menegaskan kembali komitmen ini. Pada tahun 1945, Uni Soviet menolak untuk mengumumkan jadwal untuk meninggalkan provinsi-provinsi barat laut Iran Timur dan Barat Azerbaijan. Uni Soviet menarik pasukannya pada bulan Mei 1946, tetapi ketegangan berlangsung selama beberapa bulan.
Mulai tahun 1940-an ulama memulai keterlibatan dalam urusan politik. Tokoh yang muncul pada tahun 1948 – 1953 yaitu Ayatullah Kashani dengan mendapat dukungan dari para orator jalanan dan juga ulama papan bawah untuk melakukan gerakan anti Inggris dan anti Imperialisme serta memperjuangkan nasionalisasi industri. Selain itu juga menjauhkan pengaruh asing di Iran. Beberapa lama Ia mendukung gerakan Mosaddeq, namun belakangan Ia menentang dan cenderung menyondong pengamanan Shah.[5] Pada tahun 1951, Mohammad Mossadeq menjadi perdana menteri baru. Yang tidak lama setelah itu menasionalisasi industri minyak milik Inggris. Mossadeq ditentang oleh Shah yang takut embargo minyak yang dihasilkan dipaksakan oleh barat akan meninggalkan Iran pada kehancuran ekonomi. Shah Iran melarikan diri namun kembali ketika Inggris dan Amerika Serikat melancarkan kudeta terhadap Mossadegh pada bulan Agustus 1953. Mossadeq kemudian ditangkap oleh pasukan tentara pro-Syah.
Kekalahan Musaddeq mengantarkan pada sebuah periode ulama yang bersikap pasif dan akhirnya timbul kolaborasi ulama dengan pemerintah secara tersembunyi. Pemerintah menyokong kepentingan ulama melalui pengangkatan mereka di pengadilan memberi kesempatan meraih kekayaan melalui pemilik tanah, dan bergabung ke dalam keluarga bangsawan. Secara politik ulama memang pasif, namun mereka tetap mengkonsolidasikan kekuatan internal mereka. 
3.      Kemunduran Dinasti Pahlevi

Menurut Hossien Bashiriyeh, ada lima landasan kekuasaan yang dibangun oleh Syah yang kemudian memicu timbulnya revolusi dan menyebabkan jatuhnya Syah. Pertama, kontrol negara yang sangat besar atas sumber-sumber keuangan, khususnya minyak; Kedua, program stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi serta intervensi ekonomi rezim ke dalam sistem ekonomi; Ketiga, mobilisasi massa dan penciptaan suatu keseimbangan antara kelas-kelas melalui kontrol dan intervensi rejim; Keempat, pembentukan hubungan-hubungan patron-client dengan kaum borjuis kelas atas, dan kelima diperluasnya peranan kekuatan penekan (khususnya SAVAK), dan ketergantungan pada Barat terutama dukungan politik militer AS.
Dalam tahun 1939 pecahlah perang dunia ke dua dengan segera Syah menyatakan bersikap netral,  dua tahun lamanya dia tidak terusik akan tetapi pada tahun 1941 disiarkan kabar bahwa Syah adalah pro Jerman nazi, walaupun dibantah oleh Syah Reza namun bantahan tersebut tidak dapat melawan propaganda yang diatur bangsa ingris dan Rusia yang ingin menduduki Iran. Maka pada 26 agustus 1941 dengan serantak Inggris dan Rusia menyerang wilayah Iran dengan alas an Syah pro nazi.maka iran tidak dapat menghadapi lindasan Tank baja dan peralatan perang lengkap dari kedua bangsa tersebut. Maka pada 16 september 1941 Reza Syah menyerahkan kekuasaan kepada puteranya yang masih berusia 21 tahun, Muhammad reza Syah Pahlevi lalu beliau menyerahkan diri kepada sekutu lalu dibuang ke st, Maurist. Pada pemerintahan Muhammad tidak sebegitu kuat seperti ayahnya. Sering terjadi berganti-ganti Perdana Mentri.[6]
Gerakan reformasi keagamaan  seiring dengan perlawanan ulama terhadap Negara. Ulama reformis membenarkan keterlibatan ulama dlam kegiatan politik secara aktif. Ayatullah Khomei  menyerukan reormasi masyarakat politik secara total yang mengharuskan keterlibatan ulama secara langsung dan aktif didalamnya. 
Sementara pada dekade 1970-an pemerintahan Pahlevi semakin sewenang  - wenang pemerintahan ini didukung politik dan militer Amerika dan mengutamakan keuntungan bagi kelompok elit. Pada dekade ini bersamaan dengan masa paceklik bagi sebagian masyarakat pertain. Kondisi politik dan ekonomi yang semakin kacau mengakibatkan  gelombang demonstrasi besar atas kesewenangan pemerintah. Situasi tersebut mengantarkan Revolusi Islam di Iran dibawah pimpinan Ayatollah Khomeini pda tahun 1979 selanjutnya perkembangan pemerintahan  Islam di Iran menganut republik yang didasarkan pada Islam Syiah.



















KESIMPULAN
Kelemahan dinasti Qajar akhirnya memberi celah untuk Reza Khan merongrong dan akhirnya mampu mengkudeta kedudukan dinasti tersebut dan memulai dengan meretas dinasti baru yang disebut dengan Dinasti Pahlevi. Dalam sejarah Iran, tercatat bahwa perjuangan melawan kolonialisme dan pembentukan negara bangsa dimulai pada masa Dinasti Pahlevi ini. Reza mulai mewujudkan ambisinya untuk memodernisasi Iran mulai dari mengembangkan industri besar-besaran, melaksanakan proyek-proyek infrastruktur besar, membangun sistem rel kereta api lintas-negara, membangun sistem pendidikan nasional publik, reformasi peradilan, dan meningkatkan pelayanan kesehatan. Namun pasang surut dinasti Pahlevi asti ini juga terjadi. Hubungan dengan ulama pun juga demikian dengan adanya ketidak puasan atau protes dari para ulama atas kebijakan - kebijakan penguasa. Dinasti ini berakhir dengan ditandai dengan meletusnya Revolusi  Iran.


















DAFTAR PUSTAKA

Esposito, Jhon L. Islam dan Politik. Jakarta : Bulan Bintang, 1990
Hamka. Sejarah Umat Islam III. Jakarta : Bulan Bintang, 1981
Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Umat Islam bagian ketiga. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada. 1999
www.wikipedia.org


[1] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam bagian ketiga, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada1999) hlm 46
[2] Hamka, Sejarah Umat Islam III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981) hlm 110-111.

[3] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam bagian ketiga, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada1999) hlm 46-47
[4] Ibid, hlm 47-48.
[5] Ibid, hlm 56-57.
[6] Hamka, Sejarah Umat Islam III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981) Hlm 112-114.

BERBAGI SEJARAH ISLAM DI BOSNIA HERZEGOVINA


ISLAM DI BOSNIA HERZEGOVINA




Disusun Oleh :
Septiawan Fadly Candra        (08120019)


JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011



SEJARAH ISLAM DI BOSNIA HERZEGOVINA

1.)    Pengantar
Bosnia Herzegovina merupakan sebuah Negara yang terbentuk dari pecahan Negara Republik Federasi Sosialis Yugoslavia. Yugoslavia sendiri terbentuk pada tahun 1918, namun  setelah beberapa waktu terbentuk Negara ini nyaris terjadi perpisahan karena  pada pemilu tahun 1920 melahirkan kekuatan yang relatif setara dari sejumlah partai yang mewakili setiap etnis di Yugoslavia. Akibatnya, pada 6 Januari 1929 konstitusi dibatalkan dan Yugoslavia memasuki sistem pemerintahan kerajaan diktatorial di bawah Raja Alexander. Sistem pemerintahan republik dengan konstitusi baru diterapkan selepas PD II pada November 1945 di bawah kepemimpinan Josip Broz Tito. Yugoslavia baru benar-benar mengalami perpecahan pada tahun 1991. Di mulai dengan lepasnya Slovenia dan Kroasia yang memilih menjadi Negara berdaulat. Bosnia melalui suatu referendum pun menyatakan pemisahan diri dari Yugoslavia dan menjadi negara berdaulat dipimpin Presiden Alija Izatbigovic pada bulan Maret 1992. Inilah yang memicu pembantaian rakyat Muslim Bosnia oleh bangsa Serbia pimpinan Slobodan Milosevic pada 1992.
Serbia berupaya mempertahankan kesatuan Yugoslavia. Etnis Serbia yang umumnya bergama Kristen Ortodoks ingin mendominasi pemerintahan, militer dan administrasi negara. Di Serbia terdapat sekitar 6 juta etnis Serbia, sedangkan di Bosnia 1,36 juta jiwa dan di Kroasia 0,5 juta jiwa. Milosevic berobsesi mewujudkan Negara Serbia Raya yang bersifat monoetnis, maka ia menentang habis-habisan berdirinya Bosnia Herzegovina yang mayoritas Muslim dengan melakukan pembersihan etnis non-Serbia atau genosida. Konflik di Bosnia - Herzegovina yang berlangsung selama April 1992-November 1995, merupakan sebuah bentuk pembersihan etnis yang paling pahit pasca Perang Dunia II di Eropa, yang melibatkan Negara-negara seperti Bosnia, Serbia, dan Yugoslavia. Sekitar 8000 muslim di Bosnia terbunuh pada pembersihan etnis tersebut, dimana Pasukan tentara Serbia bertanggungjawab atas pemusnahan massal ini, walaupun pihak Serbia menganggap hal ini hanyalah perang saudara di wilayah Balkan, bukan merupakan bentuk agresi apapun atas Bosnia. Perang yang berakhir dengan pemusnahan massal ini dianggap merupakan pertanggungjawaban para pemimpinnya yaitu Radovan Karadzic dan Ratko Mladic .

Menghadapi aksi Serbia yang membabi buta, pada 1994 etnis Kroasia di Bosnia dan Musim Bosnia bersatu melawan kebringasan Serbia. Namun karena persenjataan yang tak berimbang, mereka jadi bulan-bulanan Serbia. Perang sipil selama 44 bulan itu, diperkirakan memakan korban tak kurang 200 ribu jiwa, jutaan lainnya kehilangan rumah dan terpencar-pencar dari keluarga. Mayoritas dari mereka adalah ummat Islam. Milosevic didukung Panglima Angkatan Bersenjata Radovan Karadzic, melakukan pembantaian membabi buta. Saat itulah nama Bosnia Herzegovina mencuat ke dunia dan mengundang simpati khususnya dari negara-negara Islam. Namun Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO)-lah yang akhirnya menghentikan aksi brutal Serbia dengan serangan udara ke Serbia dan Montenegro.
Pada penghujung 1995 tepatnya tanggal 21 November, NATO memaksa Serbia menandatangani perjanjian damai yang dilakukan di Dayton, Ohio, Amerika Serikat. Selama berada di bawah Yugoslavia, Bosnia Herzegovina termasuk yang paling miskin dibandingkan negara bagian lain. Kondisi ini kemudian diperparah oleh konflik etnis dengan Serbia. Saat ini Bosnia beribukota Sarajevo, wilayah dikelilingi Kroasi di utara, barat dan selatan. Sedangkan di timur berbatasan dengan Serbia. Untuk memulihkan kondisi ekonomi, Bosnia masih harus mengandalkan bantuan luar negeri. Antara lain dari Bank Pembangunan Islam (IDB) yang pada September 2000 mendirikan Bank Internasional Bosnia. Bank tersebut dibentuk dengan modal dasar sebesar 300 juta dolar AS dengan modal disetor sebesar 60 juta dolar AS. Modal tersebut antara lain berasal dari IDB serta bank Islam lainnya sebagai pendiri seperti Bank Islam Abu Dhabi, Bank Islam Dubai, Bank Islam Bahrain serta dari investor swasta muslim lainnya.[1]
Kasus perang di Bosnia atau Peristiwa Genosida ini sebenarnya telah sampai di meja putusan Internasional Court Justice (ICJ) namun menurut pengamatan ICJ, Serbia tidak bertanggungjawab atas pemusnahan massal ini, serta tuntutan Bosnia agar Serbia bertanggungjawab menganti rugi kepada para muslim korban di desa-desa Bosnia Timur tidak disetujui oleh pihak ICJ, ICJ hanya memutuskan bahwa Serbia melakukan kealfaan dengan membiarkan terjadinya genosida di daerah negaranya sendiri. Walaupun hingga kini belum terdapat kejelasan atas kasus ini namun ICJ telah menemukan beberapa bukti yaitu : pembunuhan benar-benar terjadi secara massif di kamp-kamp konsentrasi di wilayah yang terjadi konflik, serta tidak hanya pembunuhan massal saja yang terjadi namun juga pemerkosaan, serta pencacatan fisik secara sengaja, namun hal ICJ belum menemukan bukti kuat kejadian ini terjadi atas dasar keinginan Serbia untuk menghilangkan etnis Muslim Bosnia.
            Radovan Karadzic yang merupakan tokoh yang dianggap paling bertanggung jawab dalam peristiwa pembunuhan besar-besaran di Srebrenica Bosnia melakukan pembelaan bahwa pembantaian di Bosnia tahun 1990-an yang dilancarkan oleh Serbia terhadap Muslim Bosnia sebagai "perang suci dan mulia" dan menuduh kaum Muslimin berusaha untuk mengubah Bosnia menjadi sebuah Republik Islam.Hal ini Ia katakan dalam pembelaan ketika sidang pengadilan kejahatan perang PBB di Den Haag pada April 2010. Dalam pengadilan tersebut Karadzic menghadapi dua dakwaan pemusnahan suku bangsa dan sembilan tuntutan kejahatan perang serta kejahatan terhadap manusia yang diduga dilakukan selama perang saudara Bosnia Herzegovina 1992-1995.[2] Sementara itu Empat bekas tentara militer Serbia Bosnia telah didakwa melakukan genosida  yaitu Franc Kos, Stanko Kojic, Vlastimir Golijan dan Zoran Goronja semuanya bertugas bersama dengan unit komando ke-10 militer Serbia Bosnia. Mereka telah ditahan sejak penangkapan mereka pada awal tahun 2010. Tetapi dua terdakwa lain, jenderal Serbia Bosnia pada masa perang yaitu Ratko Mladic, dan Goran Hadzic yang merupakan pemimpin etnik Serbia di Kroasia masih berkeliaran. Pengadilan Kriminal Internasional untuk Bekas Yugoslavia (ICTY) yang bermarkas di Den Haag telah mengesahkan hukuman terhadap empat belas orang Serbia Bosnia yang dituduh terkait dengan pembantaian Srebrenica. Pengadilan kejahatan perang Bosnia, dibentuk pada 2008 yang bermarkas di Den Haag itu, telah mengadili puluhan orang Serbia karena pembunuhan di Srebrenica. Pada tahun 2010 Dua belas orang telah dipenjarakan, tujuh dibebaskan dan sebelas orang masih diadili.



2.)    Sejarah Islam di Bosnia Herzegovina
Bosnia Herzegovina merupakan salah satu Negara Balkan yang mempunyai penduduk muslim dalam jumlah yang banyak selain Albania. Sedangkan Negara di Negara lainnya dalam cakupan Balkan Islam masih dalam jumlah minoritas dalam segi jumlah. Balkan sendiri merupakan daerah  kedua  setelah Andalusia Spanyol, yang menerima kedatangan Islam. Islam masuk ke wilayah Bosnia Herzegovina pada masa Dinasti Usmani. Kekaisaran Ottoman Turki menguasai sebagian besar Bosnia pada 1463. Bosnia bersama dan Albania adalah satu-satunya bagian dari Ottoman Eropa di mana sejumlah besar orang Kristen masuk Islam. Posisi geografis Balkan merupakan salah satu faktor utama dan yang membuka peluang pengenalan rakyat Balkan kepada agama Islam.
Keberadaankawasan Balkan diantara negara-negara Islam dan Romawi Kristen merupakan peluang pertama pengenalan rakyat di kawasan ini dengan umat Islam lewat perdagangan. Pada masa lalu transaksi jual beli merupakan tujuan pertama para pedagang. Para pedagang muslim telah ikut membawa budaya dan pandangan baru bersama mereka. Hal ini terjadi ketika sejumlah muslimin menempati kota-kota pelabuhan di kawasan Balkan dan dengan berlalunya zaman, jumlah mereka semakin bertambah dan meninggalkan pengaruh pada masyarakat setempat. Kondisi politik dan agama yang dimiliki oleh rakyat Balkan, ikut memainkan peran dalam menarik mereka kepada agama Islam. Bangsa yang paling lama sekali tinggal di Balkan ialah kaum Iliri. Pada abad keenam dan ketujuh Masehi orang-orang Slowakia telah datang ke kawasan tersebut. Kedatangan orang-orang Slowakia ke Balkan dan upaya mereka untuk menegakkan agama Kristen telah menyebabkan timbulnya banyak pemberontakan dan peperangan.
Ketidakmampuan imperium Romawi Byzantium dalam mengatasi pemberontakan bangsa Slowakia, Barbar dan Bulgariun telah menjadikan kawasan Balkan sebagai kancah banyak pertempuran antara berbagai etnis yang berada di kawasan ini dari satu sisi, dan dengan tentara Romawi dari sisi lain. Kondisi ekonomi yang buruk, tekanan agama dan
perang yang tidak berhenti telah menjadi lahan penerimaan agama yang memiliki ajaran keadilan, persamaan, anti kezaliman dan yang berdasarkan keyakinan kepada keesaan Tuhan, yang tidak terdapat pada agama-agama lain.
Imperium Utsmani dalam kondisi ekonomi, politik dan agama yang buruk ini, selepas keruntuhan Imperium Romawi Byzantium memperluas kekuasaannya sampai pintu-pintu gerbang Wina. Perang-perang berdarahpun terjadi antara tentera Utsmani dengan orang-orang Serbia, yang kini dianggap oleh orang-orang Serbia sebagai sejarah kepahlawanan mereka. Dengan kemenangan tentera Ustmani, bermulalah imigrasi berbagai kelompok Kristen ke arah kawasanutara Balkan. Imigran ini berlaku dimana sebagian besar penduduk kawasan tersebut telah memeluk agama Islam dan banyak dari mereka memilih untuk tinggal di samping umat Islam, meski sebagai pengungsi.
Sejarah Islam memasuki Balkan, banyak sekali mengalami distorsi, sehingga tergambarkan seolah-olah penduduk kawasan ini menerima Islam karena paksaan dan di bawah ancaman pedang para penguasa Utsmani. Di sebagian buku sejarah Eropa, kehadiran Islam di Balkan dikatakan sebagai hasil dari persaingan agama dan politik berbagai etnis yang
tinggal di kawasan ini.
3.)    Populasi & Demografi
Pada tahun July 2009 populasi total penduduk Bosnia Herzegovina sebesar 4,6 juta. Jumlah Populasi Muslim terdapat sekitar 2,07 juta (45%). Sedangkan lainya Serbia Ortodoks 36%, Katolik Roma 15%, dan kelompok lainnya 4% (termasuk Yahudi dan Protestan. Dari segi etnis yang mendiami daerah ini diperkirakan pada tahun 2000 yaitu Bosniak 48 % (90% penganut islam), Serbia 37,1% (sekitar 99% pengikut gereja Ortodoks Serbia), Kroasia 14,3% (sekitar 88% pengikut Katolik), dan lainya 0,6%.[3] Kaum Muslim banyak terdapat di daerah  Sarajevo , Tuzla , Banja Luka. Secara umum, umat Islam adalah kelompok dominan di sebagian besar pusat kota dikembangkan negara. 
Bosnia Herzegovina kini masih dalam tahap penyembuhan dari perang antar etnis berdarah 1992-1995. Sekitar 250 ribu orang terbunuh akibat konflik antara Muslim Bosnia, Kroasia, dan Serbia. Hampir 8.000 Muslim terbunuh oleh Serbia di Srebrenica kekerasan terburuk di Eropa terhitung sejak Perang Dunia ke-II. Banyak Muslim mengungsi, sebagaimana komunitas lain. Pasukan perdamaian tetap ditempatkan di negara tersebut, yang bertugas cukup lama menjaga perbatasan barat dari komunitas islam di Eropa.
4.)    Sebab-sebab menjadi Minoritas
Negara Bosnia Herzegovina jika dilihat dari jumlah penduduk yang menganut muslim memang mayoritas. Namun walau jumlah mayoritas tidak membuat masyarakat muslim bisa leluasa di Negara ini. Karena memang umat Muslim Bosnia Herzegovina termaginalisasi. Sebabnya Islam di Bosnia menjadi minoritas karena ethnic dan religious cleaning. Yugoslavia terpecah-belah pada tahun 1991 setelah runtuhnya rezim-rezim Komunis di Eropa Timur. Mengikuti contoh Kroasia dan Slovenia, pada bulan Maret 1992 Bosnia dan Herzegovina menyatakan kemerdekaannya melalui referendum yang diikuti oleh masyarakat Muslim dan Kroasia Bosnia. Bosnia Herzegovina memerdekaan diri menjadi Republik Bosnia dan Herzegovina dengan luas 51.129 km² (19.741 mil2). Hal tersebut ditentang oleh penduduk Serbia yang ingin menguasai seluruh wilayah eks Yugoslavia.
Di bawah pimpinan Radovan Karadzic, orang Serbia Bosnia memproklamasikan Republik Srpska. Dengan bantuan pasukan federal pimpinan Jenderal Ratko Mladic, orang Serbia Bosnia berhasil menguasai 70 persen wilayah negeri itu. Dalam konflik ini, etnis Serbia yang mayoritas berusaha melenyapkan etnis Muslim dan Kroasia. Terjadilah pembantaian terbesar dalam sejarah yang jumlah korbannya hanya kalah oleh Perang Dunia. Pembunuhan, penyiksaan dan pemerkosaan olah Kaum Serbia kemudian menyebabkan pemimpin-pemimpin Serbia ditetapkan sebagai penjahat perang oleh PBB. Dalam perkembangan terakhirpun mereka menyatakan tidak puas karena tidak berhasil membersihkan etnik Muslim- Bosnia.
Akhirnya, setelah perang berdarah yang berlarut-larut, perdamaian di antara ketiga kelompok tersebut berhasil dipaksakan oleh NATO. Sesuai dengan Kesepakatan Dayton tahun 1995, keutuhan wilayah Bosnia dan Herzegovina ditegakkan namun negara tersebut dibagi dalam dua bagian: 51% wilayah gabungan Muslim-Kroasia (Federasi Bosnia dan Herzegovina) dan 49% Serbia (Republik Srpska).
Kini negeri tersebut mulai menghirup perdamaian dan ketiga belah pihak berusaha membangun saling percaya. Akan tetapi memang perlu waktu lama untuk menghapuskan permusuhan berabad-abad itu. Salah satu hal yang diusahakan untuk membangun saling percaya tersebut adalah mengadili para penjahat perang. Mantan Presiden Republik Srpska Radovan Karadžić berhasil ditangkap pada 21 Juli 2008, sementara mantan Panglima Tentara Federal Jenderal Ratko Mladic belum tertangkap.

5.)    Problem Muslim di  Bosnia Herzegovina
           
Bosnia yang mengidentifikasi diri mereka sebagai Muslim Bosnia, agama sering berfungsi sebagai sebuah komunitas identifier, dan praktik keagamaan hanya terbatas pada kunjungan sesekali ke masjid signifikan ritus atau bagian seperti kelahiran, perkawinan, dan kematian. Karena pengaruh yang lebih modern dan 45 tahun sosialisme , beberapa Bosnia telah Atheist , Agnostic atau Deis keyakinan (Pra-perang perkiraan 10% dari total penduduk). Walaupun ada sejumlah besar Bosnia yang mempraktekkan iman mereka untuk berbagai tingkat, untuk orang lain, identitas ini cenderung sekuler dan didasarkan terutama pada tradisi leluhur dan loyalitas etnis.  Jilbab bagi perempuan, populer di negara-negara Timur Tengah, yang dipakai hanya oleh minoritas perempuan Muslim Bosnia, dan sebaliknya kebanyakan untuk kewajiban agama. Bosnia yang berpartisipasi dalam atau anak-anak dari etnis perkawinan campuran antara Serbia, Kroasia dan populasi Bosnia di Bosnia dan Herzegovina biasanya tak beragama. Beberapa Bosnia yang memiliki warisan kemungkinan Bosnia Bosnia mengidentifikasi diri mereka sebagai lebih dari warisan mereka yang lain etno-religius.
Pendidikan agama di Bosnia dan Herzegovina sebagian besar terdesentralisasi, seperti sistem pendidikan pada umumnya. Dan entitas pemerintah canton dan kota Brcko berwenang memiliki tanggung jawab untuk pendidikan, tidak ada pelayanan pendidikan nasional atau kebijakan. sekolah umum menawarkan kelas pendidikan agama, tetapi dengan pengecualian Brcko, sekolah umumnya hanya menawarkan pelajaran agama dalam agama mayoritas di daerah itu. Secara teori, mahasiswa memiliki pilihan untuk tidak hadir, tetapi dalam prakteknya, siswa menghadapi tekanan agama mayoritas dari guru dan rekan-rekan untuk menghadiri kelas. Misalnya, membutuhkan Serbia untuk menghadiri kelas agama tetapi tidak memerlukan kehadiran untuk Bosnia dan Kroasia. Jika lebih dari 20 Bosnia atau Kroasia menghadiri sekolah tertentu, sekolah diwajibkan untuk menyelenggarakan kelas agama atas nama mereka. Namun, di  pedesaan, biasanya tidak ada wakil agama yang berkualitas tersedia untuk mengajar studi agama kepada beberapa siswa Bosnia atau Kroasia.
Pada tahun 2010 sempat terlontar RUU yang diajukan oleh Partai Demokrat Sosial Independen Serbia Bosnia(SNSD) yang melarangan pemakaian cadar. Parlemen akan mulai mempertimbangkan RUU tersebut. Tetapi RUU tersebut sepertinya akan sulit terealisasi, karena umat Muslim merupakan sekitar 40 persen dari populasi Bosnia yang sebesar 3,8 juta penduduk. Partai SNSD sendiri memegang separuh dari 14 kursi yang disediakan bagi Serbia Bosnia dalam parlemen yang total berjumlah 42 kursi. Akibat dari itu akhirnya muncul demontrasi dari para Muslimah Bosnia di depan parlemen di pusat kota Sarajevo.[4]
            Pemerintah kota Serbia melakukan penghancuran sebuah masjid di desa Sturba dekat Livno. Perwakilan dari masyarakat internasional di Bosnia Valentin Anczyko akhirnya meminta mufti Bosnia untuk campur tangan atas penghancuran masjid itu. Mufti Bosnia mengatakan bahwa penduduk muslim di wilayah ini sangat menderita karena mengalami diskriminasi etnis dan agama, dan dirinya menyatakan penyesalan serta kekecewaan yang mendalam atas keputusan pihak berwenang pemerintah Serbia menghancurkan masjid di bulan suci Ramadhan. Namun pihak berwenang Serbia sendiri membela diri atas tindakan mereka menghancurkan sebuah masjid tersebut. Menurut mereka, tindakan pengahancuran masjid itu memang benar dan tidak menyalahi aturan. Karena Masjid tersebut  dibangun secara ilegal diwilayah sebelah selatan Bosnia.

6.)    Tantangan Kedepan
Muslim di Bosnia Herzegovina memangbelum bisa lepas dari marginalisasi. Namun masyarakat muslim mulai berubah menatap kedepan. Walaupun tidak di pungkiri pertentangan antar agama masih terjadi. Keberagamaan mulai meningkat di Bosnia, khususnya di Sarajevo. Pemimpin ulama Muslim Bosnia, Mustafa Cheric menyerukan diterapkannnya hukum syariah (hukum keluarga) di Bosnia. Mustafa Hadidich mengatakan Muslim Bosnia mempunyai potensi yang sangat besar untuk menjadi jembatan antara Timur dan Barat, perantara Islam menuju Eropa. Karena di Sarajevo ada masjid berdampingan dengan gereja dan synagog.


7.)    Kesimpulan
            Bosnia Herzegoviana memang merupakan salah satu Negara di Balkan yang memiliki populasi umat muslim yang banyak selain Negara Albania. Islam masuk di Negara ini di bawa oleh Kekaisaran Ottoman Turki. Walupun jumlah yang banyak mencapai 45 %, namun muslim disini tidak begitu dominan malah cenderung menjadi minoritas karena banyaknya konflik yang muncul. Perang Genosida menjadi bukti adanya pembantaian besar-besaran  muslim di Bosnia (ethnic & Cleaning religious). Pasca konflik besar yang terjadi muslim di Bosnia mulai menata kehidupannya. Namun masih terdapat ganjalan dan gesekan yang terjadi. Seperti masih ditemukannya perusakan masjid, munculnya RUU larangan pemakaian cadar yang di keluarkan Partai Demokrat Sosial Independen Serbia Bosnia dan masih banyak lagi. Penjahat perang Bosnia ini pun belum 100% terhukum dan masih terdapat yang berkeliaran. Namun Bosnia dianggap dalam kedepan bisa menjadi jembatan antara Timur dan Barat, perantara Islam menuju Eropa.



8.)    Daftar Pustaka / Referensi




[1] http://www.al-shia.org
[4] http://www.eramuslim.com