Rabu, 15 September 2010

AL-SINKILI

Asal usul serta perjalanan Al-Sinkili
Data tentang pribadi dari Abd Al-Sinkili (singkel) tidak begitu terkuak dengan jelas, baik mengenai kapan beliau lahir maupun silsilah tentang keluarganya. Namun  dari nama lengkapnya yaitu Abd Al-Ra’uf bin ‘Ali  Al-jawi An Fansuri Al Sinkili dapat disimpulkan berasal dari  Fansur,Sinkil di wilayah pantai barat laut Aceh dan berarti beliau adalah seorang Melayu. Para peneliti menanggapi tentang kelahiran Al- Sinkili mengutarakan bahwa mayoritas sepakat bahwa dia dilahirkan sekitar tahun 1024. Tahun ini diambil setelah adanya penghitungan dari kembalinya dari timur tengah ke aceh.
 Mengenai keluarga  dari Al – Singkili  terdapat berbagai pendapat menurut Hasjmi, nenek moyangnya berasal dari Persia. Daly menyatakan bahwa ayah Al-Sinkili berasal dari arab, namun tidak ada yang jelas mengenai asal usul keluarga dan para peneliti masih dalam perdebatan dalam hal ini. Lepas dari itu semua yang jelas  terdapat bukti yang jelas mengenai  perjalanan studinya melalui tulisannya sendiri yang berjudul ‘Umdat Al-Muhtajin ila Suluk Maslak Al-Mufridin
Al- Sinkili diperkirakan mulai berangkat ke Arab pada 1052. Dia memaparkan daftar 19 orang guru yang mengajari cabang disiplin islam, dan dengan 27 ulama yang telah dijumpainya. Ia memulai studinya di Dhuha Qatar dengan belajar kepada ‘Abd Al-Qadir Al-Mawrir namun hanya dalam tempo singkat. Setelah itu di lanjutkan di Yaman Bayt Al-Faqih dan Zabid. Di tempat itu Al-Sinkili belajar dengan ulama terutama keluarga  Ja’man(keluarrga sufi) diantara guru dari Al-sinkili yang paling penting adalah Ibrahim b. ‘Abd Allah ibn Ja’man(w.1083). dia adalah ulama yang paling dicari di tempat tersebut karena dia adalah seorang muhaddits dan faqih dan pemberi fatwa yang produktif. Al-Sinkili mempelajari ilmu al-zhahir yaitu pengetahuan eksoteris seperti fiqih, hadis dan hal-hal yang terkait. Al-sinkili menyebutkan Abd Allah b. Ja’man yang meperkenalkan dengan AL-Qusyasyi, selain itu juga ada yang mengatakan bahwa Ishaq b Ja’man juga berperan dalam meperkenalkannya dengan Al-Qusyasyi serta Al Karuni. Di Zabid guru-guru Al-Sinkili lebih banyak seperti Abd Al-Rahim  b. Al- shiddiq Al-Khash ; Amin b. Al-Shiddiq Al-Mizjaji, dan Abd Allah b. Muhammad Al-‘Adani, dan disebut Al-Sinkili adalah pembaca Al-Quran terbaik diwilayah itu, Serta ulama-ulama lainnya. Sebagian besar ulama ditempat ini memainkan peranan penting dalam menghubungkan banyak tokoh dan jaringan ulama.
Al-Sinkili tidak memaparkan waktu yang tepat ketika dia meninggalkan Yaman. Dia selanjutnya singgah di Jeddah dan belajar dengan Muftinya, ‘Abd Al-Qadir Al-bakhari.  Perjalanan dilanjutkan di Mekkah dan belajar dengan  Badr Al-Din Al-Lahuri dan yang terpenting adalah ‘Ali b. Abd Al-Qodir Al-Thabari. Selain belajar dengan para ulama tersebut, di mekkah  Al-Sinkili juga menjalin hubungan dengan ulama-ulama lain. Selanjutnya Al-Sinkili belajar dikota Madinah  di belaja dengan Ahmad Al-Qusyasyi dan Ibrahim Al-Kurani. Al-Qusyasyi merupakan guru spiritual dan mistik sedangkan Ibrahim Al-Kurani lebih sebagia guru intelektualnya.
Al- Sinkili mencatat bahwa ia berada di Arab selama 19 tahun dan sebagian guru serta kenalannya merupakan seorang yang cendikiawan serta tokoh yang penting terbukti dalam biografi Arab yang mencakup tokoh-tokoh tersebut didalamnya. Pendidikan yang ia terima disana lengkap meliputi syariat, hadits, fiqih, ilmu kalam dan tasawuf serta ilmu-ilmu esoteric.

Pemikiran dan pembaharuan Al – Sinkili
Al-Sinkili kembali ke Aceh diperkirakan sekitar tahun 1584. Kedatangannya ini mendapat respon dari istana dengan adanya upaya Sultanah menyuruh utusan untuk menyelidiki pandangan keagamaan Al-Sinkili, namun Al-Sinkili akhirnya mampu memikat hati pihak istana dan dia ditunjuk sebagai Qadhi Malik Al-‘Adil atau Mufti, yang bertanggung jawab atas administrasi masalah-masalah keagaamaan.
Al-Sinkili membuat karya fiqih, Mir’at Al-Thullab. Namun karyanya ini tidak member jawaban yang jelas mengenai pertanyaan muncul pada masyarakat aceh waktu itu yaitu boleh tidaknya seorang wanita menjadi seorang pemimpin. Dan akhirnya jawaban itu diambil dari fatwa mufti di Mekkah yang menganggap itu bertentangan dengan syariat islam. Al-Sinkili sellama diaceh mendapat perlindungan dari Sultanah dan dia mampu membuat karya sekitar 22 yang membahas fiqih,tafsir,kalam dan tasawuf dengan mayoritas berbahasa arab dan juga terdapat bahasa melayu.
Karya dalam fiqih yang utama adalah Mir’at Al-Thullab yang merupakan permintaan Sultanah syafiyyat Al-Din yang selesai tahun 1074. Karyanya ini berbeda dengan  karya dari Al-Raniri  yaitu Shirath Al-Mustaqim yang terfokus pada ibadah saja sedangakan karya dari Al-Sankili membahas mengenai muamalah, dan mencakup kehidupan politik, social, ekonomi dan keagaamaan kaum muslim. Al-Sinkili merupakan ulama pelopor diwilayah melayu-indonesia yang menunjukkan kepada kaum muslim melayu bahwa doktrin-doktrin hokum islam tidak terbatas pada ibadah saja namun juga menyangkut berbagai segi kehidupan lainnya. Sehingga tidak mengherankan jika karya tersebut dijadikan pedoman masyarakat muslim melayu pada waktu itu bahkan kaum muslim didaerah Maquidanao, Filiphina menjadikannya pula sebagai salah satu acuan utama.
Al-Sinkili juga merupakan alim pertama di dunia islam yang bersedia mempersiapakan tafsir lengkap Al-Quran dalam bahasa Melayu. Tafsir itu diberi judul Tarjamun Al-Mustafid namun sayangnya tidak tercantum tahun penyelesaiaan karya tersebut. Sebagai tafsir awal karya tesebut telah menjangkau komunitas melayu didaerah Afrika Selatan. Al –Sinkili juga menerjemahkan tafsir Jalalalyn ke dalam bahasa melayu menjadi lebih sederhana dan mudah di mengerti orang melayu. Dia menerjemahkan secara perkata dan menghindari penambahan dari dirinya  serta menghapuskan penjelasan-penjelasan tata bahasa arab dan penafsiran-penafsiran panjang yang dapat mengalihkan perhatian para pembaca.
Al-Sinkili juga mengumpulkan berbagai hadits qutsi yang mengemukakan ajaran mengenai Tuhan dan Hubungan-Nya dengan ciptaan, neraka dan surag, dan cara-cara yang layak bagi kaum muslim untuk mendapatakan ridha Allah SWT.
Kifayat Al-Muhtajin ila Masyrah Al-Qa’ilin bin wahdat Al-Wujud merupakan karyanya mengenai ajaran mistis. Dalam karya tersebut dia menolak pendapat Wujudiyyah yang menekankan imanensi  Tuhan dalam ciptaan-Nya. Al-Sinkili berpendapat sebelum Tuhan menciptakan Alam raya, Dia selalu memikirkan dirinya sendiri, yang mengakibatkan terciptanya cahaya Muhammad, dari cahaya Muhammad itu Tuhan menciptakan pola-pola dasar permanen yaitu potensi alam raya, yang menjadi sumber dasar-dasar luar ciptaan dalam bentuk  kongkretnya. Ia menambahakana’yan al-kharijiyyah merupakan emanasi dari wujud mutlak, mereka berbeda dari tuahn  itu sendiri; hubungan keduanya adalah seperti tangan dan juga bayangannya, mesti tangan hampir tidak bias lepas dari bayangannya.
Dari pemikiran dan karya-karyanya Al-Sinkili turut menyebarkan doktrin dan kecenderungan intelektual praktis dalam jaringan ulama untuk memperkuat tradisi islam di wilayah melayu Indonesia. Ajaran yang di sebarkan lebih condong ke arah neo-sufisme yang terangkum dalam karya-karyanya yang membuktikan tasawuf harus berdampingan dengan syariat. Dan akhirnya jika berjalan sesuai jalurnya akan mencapai pengalaman haqiqah(realitas) sejati.

Jaringan Melayu Indonesia Al-Sinkili
Jaringan murid-murid Melayu-Indonesia terlacak setelah Al-Sinkili kembali ke Aceh. Murid-murid itu menyebarkan tarekat-tarekat Al-Sinkili terutama tarekat Syathariyyah diberbagai tempat dinusantara. Tarekat ini terkait dengan tarekat yang ada di India. Namun yang tarekat yang dikembangakan Al-Sinkili di nusantara telah mendapat pembaharuan dari  dari tokoh-tokoh jaringan ulama, seperi Ahmad Al-Syinanwi dan Ahmad Al-Qusyasyi. Tarekat yang dikenalkan Al-Sinkili ini disebut jalan ortodoks.         
Murid Al-Sinkili yang terkenal adalahBurhan Al-Din yang juga disebut dengan Tuanku Ulakan. Burhan belajar dengan Al-Sinkili selama beberapa tahun. Selain itu juga ada’abd Al_muhyiyang sangat aktif menyebarkan tarekat Syathafiyyah. Juga terdapat Dawud Al-Jawi Al-Rumi yang merupakan murid kesayang Al-Sinkilii, ia diminta gurunya untk menambah beberapa dalam tafsiran Trjuman Al-Mustafid.
Al-Sinkili meninggal pada tahun 1105 dan dimakamkan didaerah kuala atau mulut sungai Aceh. Tempat ini juga menjadi tempat makam para istri-istrinya. Dan akhirnya Al-Sinkili juga dikenal dengan sebutan Syaikh Kuala.


1 komentar: